Inimedan.com-Medan.
Pemberlakuan sistem zonasi bagi calon peserta didik baru jenjang SMP Negeri dinilai menuai polemik di Kota Medan. Sebab, masih ada kecamatan di Kota Medan yang hanya memiliki satu SMP Negeri.
Kecamatan tersebut adalah Medan Belawan. Di kecamatan itu hanya ada SMP Negeri 26 Medan. Sementara, di kecamatan lain terdapat lebih dari 3 SMP Negeri.
Ketua Komisi B DPRD Medan, Bahrumsyah, mengatakan di Medan Belawan cukup banyak memiliki anak-anak SD Negeri. Dimana, dari 6 kelurahan masing-masing terdapat SD Negeri lebih dari dua. Namun, sebagian besar tergolong masyarakat tidak mampu untuk melanjutkan sekolah di swasta.
“SMP Negeri di Medan Belawan itu hanya ada satu di kawasan Kelurahan Sicanang. Saya sudah sampaikan kepada Pemko Medan bahwa dalam penerapan sistem zonasi ini boleh saja diterapkan. Asalkan pemerataan pendidikan dilakukan secara adil,” ungkapnya, Kamis (4/4).
Dia menyebutkan, kondisi di Medan Belawan berbeda dengan kecamatan lain, khususnya di wilayah Medan Utara dalam jumlah SMP Negeri. Contohnya, SMP Negeri di Medan Marelan ada 4 dengan 5 kelurahan. Kemudian, Medan Labuhan juga ada 4 dengan 6 kelurahan.
“Sistem zonasi ini jelas berdampak. Makanya, sewaktu rapat dengan Tim Badan Anggaran DPRD Medan, saya mendorong untuk penambahan lagi paling tidak satu SMPN di Medan Belawan. Untuk itu, Dinas Pendidikan Medan harus mengajukan ke Dinas PKP2R) supaya dibangun dan lokasinya di pusat kota Belawan,” tuturnya.
Dengan begitu, sambung Bahrumsyah, anak-anak yang tamat SD Negeri bisa tertampung di SMP Negeri. Kalau di swasta, tentu sangat berat bagi mereka yang kehidupannya dengan ekonomi ke bawah. “Kalau sekolah negeri (SMP), masyarakat di sana (Medan Belawan) masih mampu. Tapi, kalau swasta cukup berat,” ucap dia.
Alasannya, menurut dia, sepertiga penduduk di Medan Belawan tinggalnya di pinggir laut. Lalu, sepertiga lagi tinggal di tanah milik PT KAI. Sedangkan, sisanya tinggal di tanah milik pribadi tetapi separuhnya masih sengketa dengan Grant Sultan.
“Rumah saja tak dapat, bagaimana mau memikirkan pendidikan yang lebih baik. Oleh karena itu, Pemko Medan harus menyikapi secara serius dan jangan hanya angan-angan saja. Karena, semakin mendekati garis kemiskinan, maka cara berpikir orang sangat singkat sekali yang berujung kriminalitas,” tandasnya.
Hal senada disampaikan anggota Komisi B, Rajuddin Sagala. Kata dia, sistem zonasi pada peneriman peserta didik baru (PPDB) belum layak untuk diterapkan pada tingkat SMP Negeri. “Tidak semua kecamatan yang ada di Kota Medan memiliki jumlah SMP Negeri yang sama, sehingga sistem zonasi ini belum layak diterapkan,” ujarnya.
Apabila suatu kota memang sudah maju, kata Rajudin, maka kebutuhan lembaga pendidikan negeri sudah terpenuhi. Artinya, semua kecamatan memiliki sekolah negeri sehingga sistem zonasi tersebut boleh diterapkan. Namun, untuk Kota Medan belum sepenuhnya bisa dilakukan sistem itu.
Lebih lanjut Rajuddin mengatakan, pada Pasal 14 ayat 2 Permendikbud Nomor 14/2018 disebutkan, bahwa untuk masing-masing daerah di kabupaten/kota dipersilakan mencari cara sendiri. Artinya, masih ada ruang bagi kabupaten/kota untuk menerapkan cara sendiri dalam PPDB ini. Sehingga, tidak murni harus menggunakan sistem zonasi.
Dinas Pendidikan (Disdik) Medan tidak menerapkan aturan tersebut dan masih terlalu kaku dalam menyikapi Permendikbud. Untuk itu, kebijakan zonasi ini perlu ditinjau ulang,” pungkasnya.
Terpisah, Kepala Disdik Medan, Marasutan, yang dihubungi wartawan untuk meminta komentarnya terkait hal ini, tak berhasil. Pasalnya, dihubungi berkali-kali dan dikirim pesan singkat ternyata tak memberikan respon.
Begitu juga dengan Kepala Seksi Kelembagaan dan Sarana Prasarana Disdik Medan, Ismail Fahmi. Dia mengaku tak berwenang memberikan keterangan, dengan alasan persoalan ini terkait kebijakan yang merupakan ranah pimpinan. (di)