inimedan. com_Tarutung.

Setiap orang melintas di jalimsum Parapat- Medan, pasti melihat gerombolan kera yang mangkal di pinggir jalan Panatapan. Puluhan kera atau monyet besar kecil bergelantungan di dahan-dahan pohon, atau duduk di terali pengaman jalan, dari pagi hingga sore.
Panatapan Parapat, salah satu rest area wisata yang disukai banyak pengendara mobil, saat melintas di jalan raya persis di tepian Danau Toba. Letaknya memang strategis. Sambil istirahat makan minum di kedai yang berjejer sepanjang jalan, sekalian menikmati panorama danau yang mengundang ilusi dan imajinasi.
Pada saat itulah, bermunculan monyet-monyet, jenis primata yang konon populasinya terus menjamur di kawasan itu. Jenis kera kecil berwarna hitam dan merah coklat, seakan sudah terbiasa mendekati pengunjung kedai. Hewan yang juga dianggap hama tanaman petani itu, seakan mengharap belas kasihan manusia untuk diberikan makanan apa saja yang cocok dikonsumsi. Banyak orang yang senang berbagi kacangan, pisang, roti. Tetapi banyak juga yang cuek, tak sudi berbagi.
Seorang ibu pemilik warung mengatakan, monyet-monyet yang saban hari berkeliaran di sana sudah merasa dimanjakan orang yang singgah di tempat itu. ” Tapi celakanya, monyet- monyet itu juga sudah makin berani mencuri makanan yang ada di kedai. Sekejap saja warung ditinggal, sudah ada monyet yang menyusup masuk, ” kata si ibu. Makanya kalau tak dijagai, para pengusaha warung memilih untuk menutup warungnya, daripada jualannya ludes dipreteli monyet yang tak seakan tak berhenti kelaparan.
HAMA

Bagi para petani di kampung-kampung seputaran Panatapan, keberadaan kera selama berpuluh tahun ini dianggap hama perusak tanaman. Banyak warga kampung merasa dirugikan, saat tanaman jagung, ubi, sayuran, ludes diobok-obok kawanan monyet. Petani harus menjagai ladang mengantisipasi “serbuan” monyet yang kelaparan. “Monyet itu kelaparan, apapun dimakan kalau sudah lapar, ” ujar seorang warga marga Sinaga saat berbincang di pinggir jalan Panatapan.
Namun terlepas dari kesusahan yang diakibatkan kawanan monyet tersebut, di sisi lain kehadiran binatang primata itu juga telah menjadi “obyek wisata” atau ikon spesifik Parapat. Setiap orang yang sengaja atau hanya kebetulan melintas di Panatapan Parapat, pasti meluangkan waktu menyaksikan kawanan monyet yang duduk santai di tepi jalan. Selalu ada yang suka melemparkan makanan cemilan ke arah monyet yang memang sudah terbiasa menunggu pemberian orang yang lewat. Kawanan monyet itu pun terlihat berlompatan berebutan makanan yang dilemparkan orang dari mobil. Hal itu menjadi hiburan tersendiri terutama bagi kalangan anak-anak.
” Kita liat monyet Parapat ya Ma, aku mau kasi banyak roti sama kacang, ” kata seorang anak dalam perjalanan menuju Siantar.
Tak ada yang tahu persis, sejak kapan monyet itu hadir dan populasinya semakin banyak di Parapat. Menurut warga di Panatapan sudah cukup lama. Bahkan seorang ibu berusia 45 menyebut, sebelum ia lahir pun ayahnya bilang monyet itu sudah ada walau belum seramai sekarang.
Kalau pun kawanan monyet itu memang di satu sisi dianggap hama karena berpotensi merugikan warga sekitar, di satu sisi monyet itu juga bernilai plus mewarnai potret pariwisata Danau Toba, khususnya Parapat.
Mungkin ada benarnya pendapat, perlunya pemerintah Kabupaten Simalungun memikirkan kebijakan khusus terkait keberadaan monyet tersebut. *leonardo tsm#