inimedan. com_ Tapteng.
Siapa yang pernah melintasi jalan Sibolga menuju Tarutung – Medan di Provinsi Sumatera Utara pasti akan melewati dua terowongan, yang oleh masyarakat setempat disebut ” Batu Lubang”. Lokasi terowongan ini terletak di Km 8, Kawasan Dusun Simaninggir, Desa Bonandolok, Kecamatan Sitahuis Tapanuli Tengah, bisa ditempuh sekitar 15 menit perjalanan dari Kota Sibolga atau sekitar 18 Km dari pusat Kota Pandan.
Saat melintasi terowongan, terasa suasana mencekam bagi orang yang baru pertama kali lewat di sana, meski cuma dalam hitungan detik. Terowongan gelap kelihatan selalu dalam keadaan basah, karena air tak hentinya mengucur dari tebing di atasnya. Suasana itu jadi seram jika melintas pada malam hari. Tanda tanya pun akan bergayut di hati orang yang pertama kali melintasinya, tapi tidak bagi orang yang sudah sering lewat di sana.
Siapa pun sopir kenderaan yang melintasinya, pasti ekstra hati-hati. Karena selain jalannya amburadul dan basah, harus menyalakan lampu dan bunyikan klakson sebagai isyarat tidak berpapasan dengan kenderaan yang datang dari depan.
Setelah hampir empat tahun, baru awal tahun 2022 ini saya melintasi terowongan ini lagi. Ternyata tidak ada perubahan. Masih seperti dulu juga. Jalan sepanjang terowongan selalu rusak, entah dibiarkan supaya pengendara selalu hati-hati,atau ada faktor lain. Beda jauh dibanding jalan raya yang kondisinya 80 persen sudah mulus dari Tarutung ke Sibolga. Di dinding batu sisi terowongan ada semacam ornamen/ prasasti bertuliskan ” Selamat datang – Goa Belanda”.
Tahun berapa persisnya terowongan ini ada, sulit membuktikan. Hanya dari cerita ke cerita. Ada yang bilang sekitar tahun 1930,ada yang menyebut tahun 1900, ada juga yang bilang terowongan itu sudah ada pada abad 19. Di kota turis Parapat juga dulu ada batu lubang,tapi tidak di jalan raya untuk dilewati seperti jalan Sibolga. Lokasinya di Sibaganding. Juga termasuk situs sejarah yang sering dikunjungi peminat wisata sejarah.
Terlepas dari kontroversi tahun pembangunan Batu Lubang tersebut, yang pasti tempat itu dibangun pada masa kolonial Belanda dengan melibatkan rakyat Tapanuli Tengah (khususnya warga sekitar desa Sitahuis dan Sibalanga),termasuk pejuang – pejuang kemerdekaan yang menjadi tawanan Belanda masa itu. Karena sulitnya membobol bukit batu melintang di lokasi itu, Belanda menggunakan dinamit. Kerja paksa atau rodi, tak terpisahkan dari sejarah terowongan itu. Konon banyak pekerja rodi tewas saat pembukaan jalan Sibolga – Tarutung.
Dibukanya Batu Lubang itu untuk mempermudah sarana transportasi menuju Tarutung sekaligus juga untuk mempermudah pengangkutan hasil bumi dari tanah Batak terutama melancarkan transportasi bagi pejabat Belanda ke wilayah Tarutung. Rakyat dan pejuang dipaksa bekerja keras untuk membuka jalan dan Batu Lubang tersebut.
Sementara jaman bertambah maju dan infrastruktur jalan sekarang sudah mulus menggunakan hot mix dan rabat beton, eksistensi Batu Lubang tetap seperti dulu. Kenderaan yang lewat harus oleng-oleng melintasi jalan bergelombang. Truk pengangkut barang harus ekstra hati-hati memuat barang, jangan sampai melebihi langit-langit terowongan.
LOKASI BERFOTO
Terowongan Sibolga untuk sebagian pelintas yang jarang atau belum pernah lewat dari sana, sering kelihatan menyempatkan waktu berfoto di mulut goa. ” Ini pengalaman unik untuk kami dokumentasi, ” kata Rahmat Piliang warga Lampung yang bertemu penulis pekan lalu ( 16/1) di lokasi itu. Bapak bercucu dua itu bersama isteri dan menantu mengaku baru kali itu jalan darat melintasi Sibolga dari Padang Sidempuan.
Terowongan yang jadi saksi bisu kekejaman rodi masa silam, belakangan jadi ajang pencarian duit bagi segelintir anak yang kampungnya dekat goa. Mereka berlagak memberi bantuan seperti biasa dilakukan tukang parkir, memandu kenderaan yang akan masuk goa. Ada sopir yang berbaik hati memberi sekedar recehan, ada juga yang acuh. ” Satu hari pernah kami dapat dya ratus ribu dari orang yang baik hati, tapi ada juga yang pelitnya minta ampun, “kata seorang anak.
Pada masa Bonaran Situmeang Bupati Tapteng, sempat ada wacana membuat jalan alternatif menggantikan batu lobang itu. Tetapi rencana itu tak sempat kesampaian.
Terowongan, atau Batu Lobang di jalan Sibolga, dalam pusaran waktu jaman ke jaman, tampaknya masih akan eksis sampai waktu yang tidak bisa diramal. Yang jelas, Batu Lubang itu sudah menjadi satu situs sejarah yang mahal nilainya. Goa atau terowongan Belanda ini sekaligus juga sudah menjadi obyek wisata lintas alam. Tempat di mana orang diundang untuk takjub, disergap rasa keingintahuan, dan ingin berpaling ke belakang, masa lampau yang hanya didengar dari kisah yang meski pun berbeda satu sama lain.
Begitulah. Batu Lubang atau Goa Belanda, atau apa pun sebutannya, kami lalui dan kami tinggalkan, juga dengan sepenggal cerita untuk kembali diceritakan. Sepotong cerita bergenre misteri dari waktu ke waktu. *Leonardo TSm#