inimedan.com-Jakarta.

Sebagaimana diketahui, adanya informasi yang menyebutkan adanya kegiatan penandatanganan perjanjian pemberian pinjaman kredit dari Bank DKI kepada PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk sebesar Rp. 1,2 Triliun, adapun penandatanganan perjanjian tersebut dilakukan oleh Direktur utama Pembangunan Jaya Ancol, Teuku Sahir Syahali, dengan Direktur Keuangan Bank DKI, Romy Wijayanto di Candi Bentar Ancol, Jakarta, Senin (20/12).
Nampaknya memicu adanya respon dari warga Jakarta, salah seorang diantaranya adalah Sugiyanto Pengamat Perkotaan, kepada awak media yang menghubunginya, ia mengatakan bahwa Pemberian kredit sebesar itu harus sesuai aturan. Oleh karenanya untuk bisa membuktikan, maka Bank Indonesia (BI) atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebaiknya melakukan pengawasan terhadap BUMD Bank DKI yang telah menyetujui memberikan kredit pinjaman 1,2 Triliun kepada BUMD PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk.
” Sepertinya enak betul menjadi pengurus perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Jakarta. Agaknya mudah mendapat kredit besar, contohnya PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk. Pada tahun 2020 PT. Ancol merugi 392,86 milyar, tetapi kini mendapat kredit dari BUMD Bank DKI sebesar Rp. 1,2 Triliun.” Ucap Sugiyanto kepada awak media, Senin, (27/12) di Jakarta.
Menurut Sugiyanto, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 54 tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah, dalam bagian kelima ‘Pinjaman’ pada Pasal 26 ayat (2) disebutkan, ketentuan mengenai penerimaan pinjaman dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, pengawasan oleh BI atau OJK tidaklah berlebihan, sebab hanya lembaga keuangan inilah yang kompeten. Bila hasil pengawasan BI atau OJK terbukti sesuai aturan maka pinjaman 1,2 Triliun tersebut dapat dilanjukan. Namun sebaliknya bila tak sesuai aturan maka BI atau OJK bisa saja membatalkan pinjaman kredit itu.
“Adapun alasan dari pemberian kredit tersebut adalah Akibat terdampak pandemi Covid-19, sehingga pada tahun 2020 PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk merugi sebesar Rp. 392,86 milyar, sedangkan data rugi-laba Ancol tahun 2021 belum diumumkan. Kemungkinan besar Ancol masih merugi. Kalaupun ada keuntungan boleh jadi jumlahnya juga tidak besar”ungkap Sugiyanto
Keadaan inilah, lanjut Sugiyanto, yang bisa dijadikan pertimbangan bagi BI atau OJK utuk melakukan pengawasan kepada Bank DKI Jakarta terkait pinjaman kredit yang diberikan kepada PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk sebesar Rp. 1,2 Triliun, tak hanya itu, sebaiknya Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) DKI Jakarta juga dapat menjalankan fungsi pengawasan terhadap pemberian pinjaman tersebut. Hal ini karena Bank DKI adalah perusahaan BUMD yang sahamnya 99,97% milik Pemprov DKI Jakarta.
Sugiyanto juga mengingatkan bahwa Bank DKI itu milik rakyat Jakarta. Dengan demikian respons dari Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi atas masalah ini sudah benar. Dewan bisa melanjutkan melakukan fungsi pengawasannya. Sebab bila Ancol merugi lagi maka siapa yang harus bertanggungjawab. Dalam keadaan pandemi saat ini semua kemungkinan kerugian bisa saja terjadi.Terkait hal tersebut sebaiknya PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk dapat membuat proposal untuk mengajukan penambahan modal kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan DPRD DKI Jakarta. Hal tersebut sesuai dengan PP No 54 tahun 2017 pada Pasal 19 yang meyebutkan sumber Modal BUMD diantaranya adalah dari Penyertaan Modal Daerah (PMD).
” Sebenarnya jika lewat PMD maka akan lebih transparan. Prasangka negatif tentang kredit 1,2 Triliun akan digunakan PT. Ancol untuk Formula E pun akan hilang. Dewan bisa mengkaji secara mendalam tentang alasan PT. Ancol mengajukan penambahan modal.” Tukas Sugiyanto
Meskipun, alibi pemberian kredit tersebut, imbuh Sugiyanto, dalam bentuk kerjasama pinjaman antara Ancol dan Bank DKI ini diperuntukkan sebagai dukungan pemasaran digital Ancol. Direktur Utama Bank DKI, Fidri Arnaldy menjelaskan bahwa penyaluran kredit tersebut terdiri dari kredit modal kerja sebesar Rp 389 miliar untuk kegiatan operasional Ancol yang sudah mulai kembali melaksanakan aktivitas bisnisnya. Dan kredit sebesar Rp 516 miliar untuk refinancing PUB II Obligasi Tahap II Ancol, Bank DKI juga akan menyalurkan kredit sebesar Rp 334 miliar untuk pembiayaan investasi rutin, pemeliharaan serta pengembangan aset Pembangunan Jaya Ancol yang sudah mulai kembali melaksanakan aktivitas bisnisnya seiring dengan relaksasi pembatasan sosial di DKI Jakarta.
” Apapun bentuknya, suntikan dana untuk kelangsungan hidup usaha PT Pembangunan Ancol tersebut, sebaiknya dilakukan secara transparan, akuntabel dan kredibel, karena itu lebih efektif dan lebih transparan dalam pertanggungjawaban penggunaan dana, jika suntikan dana itu dalam bentuk Penyertaan Modal Daerah bukan dalam bentuk pinjaman dari BUMD, sebab kalau dalam bentuk pinjaman bisa beresiko kredit macet, maupun masalah lain yang dapat mengganggu perputaran dana publik yang di kelola oleh Bank DKI”pungkas Sugiyanto.*Tri#