Gugatan Perkara Lahan 107 Ha Di Desa Motung Memasuki Tahap Sidang Lapangan

Inimedan.com – Motung,

Perkara di atas lahan 107 Hektar di Desa Motung, memasuki tahap sidang lapangan oleh hakim dari Pengadilan Negeri Balige dihadiri penggugat dan para tergugat, di Desa Motung, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba, Jumat (12/03/21).

Hakim diketuai Hans Prayugo SH memulai persidangan memanggil para pihak yakni Musdin Manurung dkk selaku penggugat dan para tergugat yakni Kementerian Agraria Pertanahan dan Tata Ruang, Badan Pertanahan Negara (BPN), Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) dan Kepala Desa Motung.

“Kita akan melaksanakan pemeriksaan setempat terhadap ajuan sebagai penggugat musdin dan kawan-kawan. Kita hanya melihat objek perkara yang digugat, kami hanya melihat objek, keadaan objek, dan mendengar batas-batas objek tersebut. Tidak ada menentukan ini milik siapa, itu nanti menjadi putusan hakim, sekali lagi hanya melihat objek perkara”, jelasnya mengawali sidang.

Seluruh yang hadir diminta untuk mengikuti persidangan dengan tertib dan menjaga jarak serta tidak mengganggu jalannya persidangan.

“Kami majelis hakim, hanya menanggapi kuasanya saja. Kalaupun nanti ada pihak yang merasa objek yang ditunjuk adalah milik mereka, silahkan ada upaya hukumnya, bisa menjadi saksi penggugat atau tergugat”, tegasnya.

Gugatan perkara oleh keturunan Ompu Buntulan Raja Bolon Motung yang diajukan ke Pengadilan Negeri Balige dan telah didaftarkan pada tanggal 08 Oktober 2020 dengan nomor 85/Pdt.G/2020/PN Blg terkait sertifikat nomor 42 yang disebut menjadi Hak Pengelolaan (HPL) dan diterbitkan pada tahun 2020 atas nama Badan Otorita Danau Toba.

Keberadaan objek sebagaimana dalam gugatan, Panahatan Hutajulu SH selaku penasehat hukum penggugat menjawab setiap pertanyaan majelis hakim secara terperinci di beberapa titik lokasi yang berbeda.

Terkait permintaan majelis hakim untuk membuat titik koordinat sesuai gambar lahan, Panahatan Hutajulu menjelaskan, perkara yang sedang ditanganinya lebih kepada pembuktian kepemilikan yang sah.

“Kita bukan mempermasalahkan titik koordinat sekarang, apakah pengadilan mengakui itu tanah kita apa tidak, ini sekarang permasalahannya dan sampai sekarang kita masih proses persidangan, jadi kita lihat saja nanti. Persidangan akan dilanjutkan kembali pada tanggal 24 Maret 2021”, terangnya kepada para awak media usai sidang lapangan.

Lebih lanjut, Panahatan menjelaskan lahan yang menjadi objek perkara saat itu merupakan bagian dari Lajangan dengan luasan 200 hektar milik keturunan Ompu Buntulan Raja Bolon Motung dan dibatasi dengan parik (batas tanah yang diberi tanda tumpukan tanah -red).

“Jadi 200 hektar yang disebut Lajangan, itulah batasan dengan parik itu. Kita sudah perjanjian kerjasama dengan TPL, ini mulai 2007. Kalau kehutanan menyatakan dengan BPODT kawasan hutan, kenapa tidak dari dulu kita dilarang, kan begitu. Konyol ini pemerintah”, tegasnya.

Dalam persidangan selanjutnya, disebutkan, pihaknya akan mengajukan bukti lainnya diantaranya surat penyerahan tanah kepada pemerintah pada tahun 1953 untuk tanah reboisasi seluas 103 Ha.

“Kalau kita merasa bukti-bukti yang sudah kita ajukan itu sudah cukup untuk putusan pengadilan, bahkan masyarakat keturunan Ompu Buntulan sudah menyerahkan kepada pemerintah untuk tanah reboisasi seluas 103 hektar dan itu ada suratnya tahun 1952, dan itu akan kita majukan nanti jadi bukti.
Lokasi itu diluar batas tanah yang berperkara saat ini yaitu di sebelah timur, itu parik tadi”, pungkasnya.

Amatan lapangan, meski menunggu lama, lima puluhan warga keturunan Ompu Buntulan Raja Bolon Motung tampak mengikuti sidang lapangan dengan tertib tanpa mengganggu jalannya sidang. (DS)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *