inimedan.com-Jakarta.

Saat ini peradaban masyarakat Internasional, sedang dihantui terjadinya fenomena perang kecerdasan sebagai wujud perang modern, yang dipicu oleh adanya nafsu saling menguasai dan menindas, tak terkecuali, Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Dunia,juga disadari atau tidak juga sedang menghadapi pertempuran tersebut, oleh karena itu untuk menghadapinya, maka tidak ada pilihan,yakni menjadikan pendidikan sebagai Alat strategis menghadapi perang tersebut, demikian disampaikan Prof M Yudhi Haryono,Ph.D kepada awak media, saat dihubungi melalui telepon selulernya, Selasa,14/9/2021 di Jakarta.
“Namun realitasnya sekarang, bagaimana kita bisa menghadapi fenomena perang kecerdasan tersebut, kalau, dunia pendidikan negeri ini, faktanya masih banyak yang tak sekolah, faktanya masih banyak yang buta huruf, faktanya ketimpangan makin tajam, serta faktanya ada komersialisasi pendidikan.”ungkap Prof M Yudhi Haryono, Ph.D direktur eksekutif Nusantara Center Indonesia
Menurut Prof M Yudhi Haryono,
Kondisi tersebut tercipta karena tidak adanya konsepsi mengenai“pendidikan” sebagai the battle of sovereignty (pertempuran kedaulatan) guna mendapatkan prosperity (kemakmuran), akibatnya, pendidikan kita mengalami academic poverty. Cirinya dua:
1)Defisit narasi, banjir hoax dan fitnah. 2)Defisit refrensi, tulisan karya ilmiah kita (skripsi, tesis, disertasi dan jurnal) banjir rujukan asing, minus rujukan lokal.
selain itu, jika ditilik dari tradisi psikologi, ternyata dunia pendidikan negeri ini, juga telah mengalami fraktal, mimikri dan keterpecahan jiwa. Maka, hasil pendidikannya sering: mengucapkan apa yang tak dipikirkan; mengerjakan apa yang tak diucapkan; tanda-tangan tanpa pembacaan.
“Inilah warisan pendidikan kolonial yang melahirkan mental kolonial: berjiwa instan dan inlander, berkarakter mendendam, melupa dan myopik, sehingga dunia pendidikan kita sulit berkembang, semakin tertindas sehingga tidak bisa menjadi alat strategis untuk menghadapi perang kecerdasan”tukas Prof M Yudie Haryono
Oleh karena itu, lanjut Prof M Yudie Haryono, jika ingin memenangkan perang kecerdasan sebagai wujud perang modern untuk mempertahankan kedaulatan negara, Maka diperlukan revitalisasi, sehingga pendidikan dapat menjadi alat pemenangan untuk memastikan bertahannya kedaulatan masa kini, kemakmuran bersama dan kemartabatan kebangsaan-kemanusiaan sekarang dan masa depan, dengan mengutamakan pada upaya penghapusan kebodohan-kemiskinan dan mental inlander dengan menempatkan “kaum bodoh-miskin” sebagai subyek utama pembangunan.
Sehingga dapat menghasilkan agensi Pancasila yang sikap dan cara berpikir serta cara bertindaknya sesuai dengan tuntutan zaman (menzaman, adaptif dan kritis) tanpa meninggalkan idealitas dan warna khas lokal yang sesuai zamannya. Ciri utamanya adalah kreatif, berjangka panjang, solutif, progresif dan terbuka pada seluruh anasir perbedaan, melalui Metoda pendidikan dengan mematrialisasikan kurikulum yang bertumpu pada lima hal
: 1)Ruh al-istiqlal (freedom);
2)Ruh al-intiqad (criticism);
3)Ruh al-ibtiqaar (inovation);
4)Ruh al-ikhtira (invention);
5)Ruh al-idzati (interdependency). Dan, mendendangkan gairah meta science yang berkelanjutan. Ini merupakan anti tesa fraktal yang partisan, anti industri-teohnologi dan pinggiran. Sedangkan meta science, sebaliknya.
“Melalui sistem pendidikan inilah akan menciptakan agensi Pancasilais (warga negara unggul) yang selalu menjadikan pendidikan sebagai alat perang menghadapi pertempuran kecerdasan yang berbentuk currency war, assimetric war, proxy war, medical war, perang biologi-kimia, perang psikologis, perang dirgantara yang kesemuanya bertumpu pada tekhnologi dan industri. Semua bisa dikenali via program Big Data, alat Artivicial Intelligence dan metoda Network Connectivity.”tukas Prof M Yudie Haryono
Prof Yudhi Haryono juga mengingatkan bahwa semua kehendak dan revitalisasi tersebut dapat dimulai dengan cara memilih pemimpin yang jenius dan crank (menyempal). Tanpa kepemimpinan yang amanah, visioner dan tidak bermental kacung/inlander/terjajah, maka sebagus apapun konsep pendidikan tak akan bermakna banyak.
“Soal utama kita sekarang adalah kepemimpinan dan keteladanan, sebagai cara utama memastikan revitalisasi pendidikan yang memerdekakan berbasis Pancasila dan UUD 45 sebagai konstitusi negara ini akan berjalan, sehingga dapat menghadirkan kemenangan dalam pertempuran kecerdasan masa kini dan masa depan.”pungkas Prof M Yudhi Haryono, Ph.D. *tri#