Hak Atas Bantuan Hukum bagi Masyarakat Miskin: Antara Ideal dan Realitas

Riska Wirawan
Riska Wirawan *Foto/IMC/Dok#

Hak atas bantuan hukum merupakan salah satu pilar utama dalam sistem peradilan yang adil dan inklusif. Dalam konteks negara hukum seperti Indonesia, akses terhadap keadilan tidak boleh hanya menjadi hak istimewa bagi mereka yang mampu membayar jasa hukum. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum hadir sebagai bentuk komitmen negara untuk memastikan bahwa masyarakat miskin pun mendapatkan perlindungan hukum yang setara dengan warga negara lainnya.

Riska Wirawan. *Foto/IMC/Dok#Secara normatif, bantuan hukum dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 yang menegaskan hak setiap warga negara atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil. Selain itu, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 menegaskan peran negara dalam menyediakan bantuan hukum gratis melalui lembaga bantuan hukum (LBH) terakreditasi. Namun, implementasinya di lapangan masih menghadapi berbagai kendala, mulai dari keterbatasan anggaran, kurangnya penyebaran LBH di daerah terpencil, hingga rendahnya kesadaran masyarakat terhadap hak tersebut.

Secara empiris, banyak kasus menunjukkan ketimpangan akses terhadap keadilan. Masyarakat miskin yang tersangkut perkara pidana sering kali tidak didampingi penasihat hukum sejak tahap penyidikan. Padahal, pendampingan sejak awal merupakan hak fundamental yang dijamin oleh hukum acara pidana. Ketimpangan ini diperparah dengan persepsi negatif terhadap LBH yang dianggap lambat atau tidak profesional, padahal permasalahan utamanya terletak pada keterbatasan sumber daya manusia dan anggaran yang tidak memadai.

Dari perspektif sosial, bantuan hukum bukan sekadar urusan teknis peradilan, tetapi juga bentuk keadilan sosial. Ketika warga miskin tidak mampu membela diri di hadapan hukum, maka prinsip persamaan di depan hukum (equality before the law) tidak pernah benar-benar terwujud. Kesenjangan ini menciptakan diskriminasi struktural yang memperlemah kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum nasional.

Dalam konteks reformasi hukum saat ini, diperlukan penguatan sistem bantuan hukum berbasis kebutuhan masyarakat. Pemerintah harus meningkatkan anggaran bantuan hukum, memperluas akreditasi LBH di seluruh daerah, serta membangun sinergi dengan perguruan tinggi hukum dan organisasi masyarakat sipil. Edukasi hukum di tingkat akar rumput juga penting untuk menumbuhkan kesadaran akan hak-hak hukum masyarakat.

Hak atas bantuan hukum bagi masyarakat miskin merupakan wujud konkret dari keadilan sosial dan negara hukum yang demokratis. Namun, antara idealisme hukum dan realitas di lapangan masih terbentang jarak yang lebar. Oleh karena itu, komitmen politik, alokasi anggaran yang memadai, serta kesadaran kolektif seluruh elemen masyarakat menjadi kunci utama dalam mewujudkan akses keadilan yang benar-benar setara bagi semua warga negara.

Tentang Penulis:

Riska Wirawan  adalah pengamat isu social di masyarakat dan kebijakan public dan dosen Program Studi Administrasi Negara  Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik  Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Aktif menulis terhadap isu social dan kebijakan public di media nasional.

Penulis: Riska Wirawan

Riska Wirawan, Dosen Prodi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Slamet Riyadi Surakarta

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *