Inimedan.com-Jakarta | Pegiat media sosial Bachrum Achmi kembali menyoroti Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia terkait penanganan eksekusi terhadap Silfester Matutina, terpidana kasus korupsi yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah.
Bachrum secara tegas meminta agar Kejagung segera menindaklanjuti pelaksanaan vonis terhadap Silfester yang hingga kini belum menjalani masa tahanan meskipun sudah dijatuhi hukuman penjara selama 1,5 tahun sejak 2019.
Dalam unggahan di media sosial X (Twitter) pada tanggal 7 Agustus 2025, Bachrum mempertanyakan alasan di balik kelonggaran penegakan hukum terhadap Silfester yang masih bebas berkeliaran, bahkan kini menduduki posisi strategis sebagai komisaris di sebuah perusahaan BUMN.
Ia mengkritik ketidakadilan yang terjadi dalam proses penegakan hukum, dimana pihak tertentu mendapatkan perlakuan keras, namun di sisi lain terdapat tokoh yang justru tampak dibiarkan tanpa sanksi yang jelas.
“Hey Kejaksaan RI, jangan cuma galak ke Tom Lembong lah. Itu si Silfester kasusnya sudah inkrah, tapi masih di luar aja. Bahkan sekarang malah duduk manis di kursi komisaris BUMN,” tulis Bachrum dalam cuitannya yang mendapat perhatian publik.
Bachrum juga menyuarakan kekesalannya atas ketimpangan perlakuan hukum yang dianggap tidak adil, menegaskan bahwa seluruh pihak harus mendapatkan perlakuan sama sesuai aturan tanpa pandang bulu.
Sebelumnya, pakar Hukum Tata Negara, Prof. Mahfud MD, turut angkat suara atas permasalahan ini. Dalam cuitan yang diposting pada tanggal 5 Agustus 2025, Mahfud menyatakan keheranannya terkait kasus Silfester yang belum dijebloskan ke penjara meskipun sudah memiliki vonis final.
Menurut Mahfud, seperti yang ditulis Media Repelita, Kejaksaan Agung memiliki Tim Tangkap Buronan (Tabur) yang aktif menindak pelaku pidana yang belum menjalani hukuman, termasuk yang bersembunyi di wilayah Papua. Oleh karena itu, sikap tidak mengeksekusi Silfester menjadi pertanyaan serius.
“Banyak yang heran, seorang yang sudah divonis pidana penjara 1,5 tahun sejak tahun 2019 tidak dijebloskan ke penjara sampai sekarang,” ujar Mahfud.
Mahfud juga menanggapi klaim Silfester yang pernah menyatakan telah berdamai dengan Jusuf Kalla, korban dalam kasus pencemaran nama baik, dengan tegas menyatakan bahwa vonis pidana tidak dapat diselesaikan melalui perdamaian.
“Loh, proses hukum apa yang sudah dijalani? Lagi pula sejak kapan ada vonis pengadilan pidana bisa didamaikan dengan korban?” ucap Mahfud.
Ia menekankan bahwa vonis yang sudah inkracht tidak bisa ditawar lagi dan harus segera dieksekusi tanpa pengecualian.
Situasi ini memunculkan pertanyaan besar mengenai konsistensi dan transparansi penegakan hukum di Indonesia, khususnya terhadap tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh dan jabatan strategis dalam pemerintahan maupun lembaga negara.
Publik masih menunggu respons dan langkah konkrit dari Kejaksaan Agung agar penegakan hukum dapat berjalan adil dan tanpa diskriminasi terhadap seluruh pihak.*di/Rep#