INIMEDAN – Presiden Joko Widodo sudah menginstruksikan agar penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat, dituntaskan melalui jalur non-yudisial.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan, mengatakan pemerintah masih mencari kata-kata yang pas untuk menggambarkan jalan keluarnya. Apakah nanti kalimat itu dalam bentuk permintaan maaf, atau kalimat lain.
“Kami lagi cari non-yudisial pendekatannya. Kami lagi cari kalimat yang pas untuk itu, apakah menyesalkan atau bagaimana,” kata Luhut, usai rapat kabinet terbatas terkait keamanan, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (5/1/2016).
Luhut mengatakan, persoalan tersebut sudah sangat lama. Sementara proses hukum, hampir tidak bisa dilakukan lagi. Mengingat, sudah banyak bukti dan saksi-saksi yang meninggal dunia.
Untuk itu, jalur non-yudisial ini akan dirampungkan dalam waktu dekat. Ini harus segera, lanjut Luhut, mengingat kasus ini sudah berlangsung lama.
“Kira-kira dalam dua hingga tiga bulan ke depan akan diproses, kami tidak mau berlama-lama lagi. Karena sudah terlalu lama itu dipending,” jelas Luhut.
Pemerintah hanya bisa menyesalkan peristiwa-peristiwa itu. Seperti kasus Talangsari, Semanggi, PKI dan pelanggaran berat lainnya. Menurut Luhut, pelanggaran HAM masa lalu tidak hanya di Indonesia, tapi juga hampir di seluruh dunia.
Kejadian itu, menjadi masa kelam dari perjalanan bangsa Indonesia. Namun, untuk memproses hukum, menurutnya, sudah tertutup kemungkinan bisa dilaksanakan.
“Dari Kejaksaan Agung, kami tidak punya lagi alat-alat bukti yang bisa membuat itu bisa jadi pengadilan dan kami pikir, lebih bagus kami melihat ke depan bahwa ada kejadian-kejadian yang lalu, kami sesalkan itu terjadi,” jelas Luhut.
Namun, apakah nantinya pemerintah memberi ganti rugi, menurut Luhut itu juga susah dilakukan. Sebab, hampir tidak jelas siapa yang menjadi korban.
“Tapi, pemerintah bisa melihat dalam konteks penyesalan yang mendalam, itu kira-kira terhadap peristwa-peristiwa yang terjadi dalam beberapa puluh tahun,” katanya. [VNC]