SBNI Medan Tolak Permenaker No 2 Tahun 2022

inimedan.com-Medan.
Depeda Serikat Buruh Nasional Indonesia (SBNI) Kota Medan menolak dengan tegas pemberlakukan Permenaker No2 tahun 2022 yang mengatur tentang tata cara pembayaran Jaminan Hari Tua (JHT) oleh Kemenaker RI. Penolakan ini disampaikan Ketua Depeda SBNI kota Medan Adijon JB Sitanggang dii Sekretariat Depeda SBNI Kota Medan Senin (21/2)

Lebih lanjut Adijon mengatakan tata cara pemabayaran JHT yang dikeluarkan  Kemenaker RI telah mencederai perasaan para buruh dimana Permenakar No2 tersebut telah membatasi  buruh yang terkena PHK sebelum sampai usia 56 tahun untuk mendapatkan JHT mereka.”Ya Permenaker ini kami tolak” tegas Adijon.

Permenaker Noi.2 tahun 2022 yang akan berlaku pada bulan Mei 2022 ini tentu saja akan merugikan pihak buruh yang bekerja .Jika seseorang buruh baru bekerja selama lima tahun dan usianya baru 30 tahun  kemudian  dia di PHK dengan sendirinya JHT tersebut tidak dapat ditarik atau diambil buruh tersebut.

Terkait dengan adanya program Jaminan Kehilangan Pekerja (JKP) yang dibuat Kemenaaer untukj mengatasi permasalahan PHK buruh sebelum usia 56 tahun program ini tidak menjamin apalagi sifatnya hanya sementara untuk memberikan bantuan  pada buruh

“Kan hanya diberikan sekitar Rp 300 ribu uintuk masa enam bulan, iya kalau buruh itu mendapat pekerja kembali, kalau tidak bagaimana .” ujar Adijon mempertanyakan.

Adijon meminta sebaiknya Permenaker ini  dicabut saja karena telah mengkebiri hak-hak para buruh sebagai gantinya dikembalikan saja Permenaker yang lama terkait dengan penarik uang JHT buruh dimana disaat buruh di PHK bisa langsung mengambil JHT mereka.

Menurut Adijon selama tahun 2020 sampai sekarang ini ada tiga peraturan dan UU yang dinilai telah  mencederai nasib buruh pertama diberlakukannya UU No 10 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omniboslaw) dimana UU ini akhirnya mendapat tantang keras dan gugatan dari para buruh dan berujung pada keputusan Mahkamah Konstitusi ((MK) membatalkan UU tersebut. “Ya UU Omniboslaw itu oleh MK dinyatakan inkonstisional.” ujar Adijon.

Kedua Permenkar yang mengatur  tentang kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/kota (UMK) tahun 2022 yang hanya kenaikannya sebesar 0,95 persen ini tentu saja tidak adil  dimasa sulit saat ini kenaikan UMP dan UMK  hanya 0,95 persen ditambah lagi pengapusan uapah setoral (UMSK) .

Yang ketiga Pemenaker No 2 tahun 2022 yang mengatur tentang tata cara pembayaran JHT bagi buruh diusia 56 tahun  .Sekali lagi Pemenaker ini sangat merugikan para buruh apalgi uang yang disimpan di BPJS Tanagakerja itu adalah uang buruh yang apabila dia di PHK maka dapat diambil setiap saat.

“Ketiga peraturan ini kami nilai sangat merugikan para buruh.’ pungkas AdijonJB Sitanggang.”pul#

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *