inimedan.com-Taput.
Pemilihan kepala desa ( Pilkades) yang berlaku saat ini, cenderung lebih berakibat negatif dari pada positif. Khususnya di wilayah Tanah Batak yang homogen, dengan kentalnya kekerabatan marga, adat istiadat, dan tanah ulayat marga di huta (Pedesaan), yang berlaku turun temurun.
Hal itu dikemukakan LN Simanjuntak warga Tarutung mengamati sistim pilkades dulu mau pun sekarang. Fakta sudah ada kalau di beberapa desa seperti di Taput, usai pilkades situasi perkerabatan atau hubungan sosio kultural antar warga/kelompok marga yang sama atau antarsesama penduduk desa, menjadi terganggu atau kurang harmonis.

R. Sihite seorang warga lainnya mencetuskan pendapat yang sama. Ia menunjuk kampanye yang juga diterapkan dalam perhelatan pilkades tak berbeda dari pilkada pemilihan bupati/walikota. Bahkan pilkades lebih rawan dibanding pilkada. Karena skup desa lebih kecil dan satu sama lain saling mengenal dekat, bahkan masih melekat dalam hal adat istiadat. Akibat prokontra yang juga mencuat saat kampanye, bisa menimbulkan gesekan antara sesama warga. ” Dalam pandangan saya, kalau bisa pilkades tak perlu pakai kampanye segala,” ujar Sihite (69) dalam perbincangan dengan jurnalis media siber iniMedan. Com baru-baru ini.
Menimpali pendapat Sihite itu, LN Simanjuntak menambahkan, kalau pemilihan langsung tetap diberlakukan, cukup diberi surat undangan memilih, tidak usah ada kampanye-kampanyean. Sebab saat kampanye banyak orang seakan terjebak, ketahuan pro pada calon yang mana, yang ujung-ujungnya menimbulkan antipati sesama pendukung.
” Kalau pilkades dihapus memang bisa dianggap kemunduran dalam berdemokrasi. Tetapi kalau pun satu waktu pemilihan kades dilakukan dengan cara fit and proper test misalnya, bisa dievaluasi mana sistemnya yang terbaik, tanpa menimbulkan dampak negatif, ” katanya.
SEPENDAPAT
Sementara itu Bupati Tapanuli Utara, Nikson Nababan sebagaimana dilansir Antara News,juga mengungkapkan, berdasarkan pengamatan, pelaksanaan pemilihan kepala desa memang cenderung berdampak negatif, menimbulkan disharmoni di tengah masyarakat, terutama bagi masyarakat desa homogen seperti di wilayah Taput.
“Saya berharap mudah-mudahan ada perubahan dalam hal ini, harapan kita ini dikaji ulang. Dengan catatan kepala desa harus tetap ada. Tetapi mekanisme dan teknisnya yang harus dikaji,” ujar Nikson kepada wartawan di tengah agenda ‘tactical floor game’ pengamanan Pilkades, yang digelar di Mapolres Taput, Kamis (18/11).
Bupati berharap mekanisme dan teknis pemilihan kepala desa harus lebih dikaji lagi dalam kerangka membangun demokrasi lebih baik tanpa efek merugikan semua warga.
Desa yang masih sangat homogen dihadapkan pada penentuan pilihan di antara mereka. Hal ini cenderung menimbulkan disharmoni hingga rawan mengakibatkan perpecahan,” jelasnya.
Terkait akan diadakannya pilkades serentak di Taput tanggal 23 November 2021 ini, Nikson berharap berjalan lancar dan aman tertib, tidak terjadi hal yang tak diinginkan. “Kiranya warga pemilih tetap mengedepankan prinsip kesatuan persatuan yang diikat prinsip ‘dalihan natolu’ budaya batak, yang menang jangan jumawa, yang kalah siap menerima kenyataan,” pintanya menghimbau.
Nikson juga menilai pentingnya data pembanding terkait pelaksanaan Pilkades yang dihimpun oleh aparat keamanan untuk meminimalisir munculnya potensi konflik. “Batas kewenangan panitia pemilihan juga harus lebih diperhatikan seluruh PPKD demi meminimalisir potensi yang timbul,” pungkasnya.
Untuk mengantisipasi kemungkinan yang bisa mengganggu ketertiban dan keamanan, Polres Taput sejak dini telah mempersiapkan langkah pengamanan. Sebanyak 344 personil kepolisian dikabarkan bakal disebar di 200 desa yang melaksanakan pemilihan 23 November, selain bantuan dari Brimob Poldasu. *LS#