Figur Capres Faktor Berpengaruh Munculnya Golput di Pilpres 2024

inimedan.com-Jakarta.
Fenomena golput atau golongan putih, sering menyita perhatian dari masa ke masa. Begitu halnya pada ajang Pemilu 2024 mendatang, yang keberadaannya sangat sulit dihindari. Sebab, tidak ada dalam sejarah partisipasi pemilu yang mampu mencapai angka 100 persen, Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), angka golput menunjukkan tren yang meningkat.
Tingkat golput awalnya hanya sebesar 8,60 persen pada 1955, lalu turun 5,2 persen menjadi 3,4 persen pada 1971. Kemudian, pada Pemilu 1977 hingga 1997, tingkat golput perlahan mengalami kenaikan. Pada era reformasi, tingkat golput semakin memprihatinkan. Angkanya melambung hingga puncaknya pada Pileg 2009 yang mencapai 29,1 persen. Meningkatnya angka golput berarti partisipasi pemilih semakin menurun.
Selain itu, ini juga mengindikasikan tingkat kepercayaan kepada proses demokrasi yang menurun, demikian disampaikan Agung Nugroho Ketua Nasional Relawan Kesehatan Indonesia saat dihubungi awak media, Rabu, 26/1/2022 di Jakarta.
“Dalam sejarah penyelenggaraan Pemilihan Presiden, Indonesia terhitung sudah menjalani tiga kali pemilihan presiden di era reformasi, yaitu Pilpres 2004, 2009, dan 2014. Dari ketiga pemilihan tersebut, angka golputnya mengalami kenaikan yang cukup signifikan”ungkap Agung Nugroho
Menurut Agung, Pada 2004, proses pemilihan presiden dilakukan dua putaran, karena kelima pasangan belum ada yang memperoleh suara lebih dari 50 persen pada putaran  pertama. Ternyata, angka golput meningkat. Pada putaran pertama Pilpres 2004, angka golputnya sebesar 21,8 persen dan menjadi 23,4 persen pada putaran kedua, Lima tahun setelahnya, angka golput kembali meningkat hingga 4,9 persen menjadi 28,30 persen pada pilpres 2009, sedangkan pada 2014, secara nasional angka Golput rata-rata mencapai 30,8 persen.
Provinsi dengan angka golput tertinggi adalah Kepulauan Riau mencapai 40 persen dari total pemilih terdaftar sebanyak 1,39 juta, dan pada pemilihan Presiden Tahun 2019 tingkat golput 23,30%. Turun 7% dari tahun 2014. Penurunan ini disebabkan ada persaingan yang ketat antar dua pasang kandidat capres dan cawapres, selain juga meningkatnya partisipasi kelompok minoritas non-Muslim akibat gerakan 212.
“Kenapa demikian? Karena Gerakan ini gencar menyuarakan kepada kaum Muslim agar tidak memilih pemimpin non-Muslim dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017, dan berada di balik upaya yang berhasil memenjarakan Basuki Tjahaja Purnama, yang saat itu menjabat gubernur DKI Jakarta, atas dakwaan penistaan agama, nah Lalu bagimana dengan pemilihan Presiden 2024 ?”ucap Agung
Meskipun Pemilu 2024 masih jauh, lanjut Agung, isu mengenai golput  itu kembali mencuat. Beberapa kelompok bahkan mulai menyerukan golput dalam ajang pemilu serentak mendatang. Mereka meyakini bahwa tidak memilih salah satu kontenstan, juga merupakan sebuah pilihan. Sebab, mereka percaya, golput juga termasuk hak politik setiap warga negara, Munculnya gejala golput itu disebabkan adanya kekecewaaan dan ketidakpuasan masyarakat pada pemerintah, sekaligus ketidakpercayaan mereka pada oposisi. Pemerintah dinilai tidak berhasil dalam menuntaskan berbagai isu selama masa pemerintahannya.
“Adapun pihak oposisi juga dipandang tidak memiliki prospek kepemimpinan yang menjanjikan. Juga tidak memiliki rekam jejak yang baik. Sebagai contoh, banyak yang menyebut, pemerintah telah gagal kala menangani pandemi Covid-19. Mereka juga dinilai lamban saat mengambil kebijakan yang tepat dan terukur.”tukas Agung.
Agung juga mengungkapkan bahwa fenomena itu bisa terjadi oleh  adanya indikasi yang menunjukkan adanya tergerusnya Kepercayaan public, yang dipicu oleh sosok performance  presiden tidak dapat memenuhi janjinya guna memperkuat KPK, bahkan Apa yang terjadi justru sebaliknya. Semakin hari lembaga anti-rasuah itu semakin melemah. Jika kondisi ini terus berkembang di tengah kehidupan masyarakat, dan akan juga dapat mempengaruhi sikap  seseorang untuk menjadi golput pada pilpres 2024 nanti, bukan hanya itu saja, kemunculan beberapa tokoh yang digadang-gadang akan menjadi calon presiden, juga dapat mempengaruhi sikap golput dalam pilpres 2024, sehingga angka golput bisa saja membesar atau bahkan bisa saja akan mengecil di pilpres 2024 nanti.
“Ya, saya sangat berharap Pilpres 2024 bisa menjadi pilpres pertama dalam sejarah yang angka golputnya paling rendah jika melihat faktor penyebab pemilih menjadi golput, apalagi berdasarkan survey untuk pilpres 2024, publik mengharapkan bagi calon presiden yang berkriteria cerdas dan memiliki visioner lebih tinggi daripada yang merakyat dan tegas.”pungkas Agung Nugroho, mengakhiri perbincangannya dengan wartawan. (*Tri)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *