Pabrik Hugo Pecat Karyawannya yang lagi Hamil Tua

Inimedan.com-Medan
Perseroan Terbatas (PT) Hugo pecat karyawan yang sedang hamil di masa pandemi Corona Virus Diasease (Covid-19). Pasalnya, pemecatan sepihak yang dilakukan PT Hugo alias Pabrik Juara yang berada di Gang Ladang, Kelurahan Kedai Durian, Kecamatan Medan Johor terhadap Ida Tumanggor dikarenakan sedang hamil 9 bulan pada bulan Februari 2020.

“Saya sudah bekerja selama 4 tahun, di pecat karena hamil, kemarin sewaktu di pecat usia  kandungan memasuki 9 bulan,” kata Ida Tumanggor kepada wartawan, Sabtu (20/6/2020).
Ibu dari dua orang anak ini, menyebutkan telah bermohon sembari menangis dihadapan Nyonya (Pimpinan Perusahaan) usai masa kelahiran selesai agar dapat diperkerjakan kembali, karena mengingat anaknya yang masih kecil-kecil perlu biaya, sementara suaminya hanya pekerja serabutan.

“Diberikan  tiga juta, lalu setelah 3 bulan usai melahirkan saya bermohon kepada Nyonya untuk dipekerjakan kembali namun saya tidak di izinkan, saya menangis bermohon lalu di kasih uang dua ratus ribu,” tutur Ida dan mengaku terpaksa menerima uang tersebut untuk membeli keperluan anaknya.
Sementara itu, Pimpinan Perusahan PT Hugo yang di konfirmasi di ruang kerjanya enggan menjawab dan pergi begitu saja sembari memanggil bawahannya Ayen. “Lagi sibuk banyak kerjaan,” ujar Pimpinan Perusahan PT Hugo yang disapa Nyonya oleh karyawannya.

Ayen yang disebut-sebut sebagai manajer perusahaan mengklaim telah memberikan pesangon sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan. “Iya, tanya Ida dulu lah,” ucap Ayen

Ketika ditanyakan kembali oleh wartawan, mengenai pemberian uang sebesar Rp 3 juta landasan pemecatan untuk pembayaran pesangon, Ayen berkilah dan tidak mengetahui fungsi pemberian uang tersebut. “Ya ngak tahu juga, nanti tanyak dia duluan lah,” jawab Ayen.

Menyikapi peristiwa tersebut, Sekretaris Umum Serikat Buruh Merdeka Indonesia (SBMI) Aris Rinaldi Nasution merasah miris melihat kebijakan perusahan yang tega memecat ibu hamil di masa Covid-19. Ia menilai perusahaan mengangkangi Undang-Undang Ketenagakerjaan.

“Jadi, apabila perusahaan melakukan PHK atau memaksakan seorang pekerja tersebut untuk resign maka perusahaan tersebut  telah mengangkangi UU Ketenagakerjaan dan di nilai Perusahaan tersebut tidak memahami UU Ketenagakerjaan,” imbuhnya.

Ditegaskan Aris, pada prinsipnya perusahaan tidak dapat memaksa seorang pekerja untuk mengundurkan diri (resign) maupun pemutusan hubungan kerja (PHK) karena seorang pekerja tersebut hamil atau melahirkan.

“Hal ini didasarkan pada Pasal 153 ayat (1) huruf e UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya,” sebutnya.

Lebih jauh diterangkannya, perusahaan tidak dapat memaksa seorang pekerja untuk mengundurkan diri, karena pada dasarnya pengunduran diri haruslah didasarkan pada kemauan dari pekerja.

“Hal ini sesuai peraturan Pasal 154 huruf B Undang-Undang Ketenagakerjaan  yang menyatakan
pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali,” pungkas Aris sembari berjanji akan membawa persoalan tersebut ke Dinas Ketenagakerjan dan Pengadilan bila tidak ada itikad baik dari perusahaan. (bayu)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *