Inimedan.com-Medan.
PB Alwashliyah sebagai pemilik hak sah atas tanah di Desa Helvetia, Kecamatan Labuhandeli, Deliserdang seluas 32 hektare. Untuk itu, kalangan anggota Komisi A DPRD Sumut meminta pihak-pihak yang masih menempati di atas lahan tersebut agar mentaati aturan yang berlaku.
Hal itu terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi A DPRD Sumatera Utara bersama masyarakat penggarap, PB Alwashliyah, Kanwil BPN Sumut, PT. Agung Cemara Realty (ACR), dan jajaran terkait Pemkab Deliserdang, Kamis (12/12). Rapat dipimpin Ketua, Hendro Susanto dihadiri sejumlah anggota diantaranya Rudi Alfahri Rangkuti, HM Subandi, Irham Buana Nasution, dan Rusdi Lubis.
“Pada 2000 ke bawah lahan tersebut masih kita kuasai, sebelum kita lepas kepada PB Alwashliyah 2004. Berdasarkan ketetapan atas usulan PB Alwashliyah yang ingin memiliki lahan itu, dinyatakan sah sebagai pemegang hak. PTPN juga berhak mendapat ganti rugi atas pelepasan lahan tersebut,” kata perwakilan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II, David Ginting.
Hal senada ditegaskan Kepala Kanwil BPN Sumut, Bambang Priono, juga menekankan pernyataan pihak PTPN II. Dia mengungkapkan mesti ada jalan keluar terbaik antara pihak-pihak yang bersengketa. Terutama PB Alwashliyah dengan masyarakat penggarap.
“Fakta di lapangan terdapat masyarakat yang tinggal di sana. Sedangkan fakta kepemilikan (lahan) ada pada Alwashliyah. Alwashliyah sendiri tertolong adanya putusan kecurangan Tamin Sukardi. Alhasil, 32 hektare dikembalikan oleh Alwashliyah dan 70 hektare lebih disita untuk negara,” katanya.
Ia menyarankan jika PB Alwashliyah masih ingin menguasai lahannya ke depan mesti juga memberi win-win solution bagi masyarakat di sana. Sebab meskipun PB Alwashliyah dinyatakan sebagai pemegang atas lahan itu oleh negara, selama puluhan tahun menurutnya terkesan membiarkan tanah tersebut begitu saja.
Menyikapi pernyataan BPN dan PTPN II tersebut, Anggota Komisi darfi Fraksi PAN Rudi Alfahri Rangkuti mengajak para penggarap agar memahami aturan dan mekanisme yang telah ditetapkan pihak berwenang.”Sebab secara sah tanah tersebut harus kita akui milik PB Alwashliyah berdasarkan pernyataan dan data yang disampaikan. Meskipun demikian, perlu juga dilakukan win-win solusi agar tidak ada pihak yang dirugikan,”sebutnya.
Sedangkan anggota Komisi dari Fraksi Gerindra, HM Subandi mengaku prihatin persoalan tanah di Sumut tidak kunjung selesai.”Kasus tanah PB Alwashliyah ini merupakan salahsatu contoh, betapa rumitnya persoalan tanah di Sumut. Sudah jelas berdasarkan hukum bahwa tanah tersebut milik Alwashliyah, tapi masih saja ada pihak yang menempatinya,”katanya.
“Jika ini terus dibiarkan maka diyakini tidak akan selesai-selesai semua kasus tanah yang ada. Hari ini kelompok ini mengaku menguasai tanah, besok kelompok lainnya . Untuk itu kita minta BPN harus tegas bersikap. Kita tidak ingin para mafia tanah terus ada di daerah ini,”imbuhnya.
Selanjutnya, berdasarkan rekomendasi Komisi A DPRD Sumut yang dibacakan Ketua Komisi Hendro Susanto, terdapat tiga poin yang telah dikeluarkan. Pertama soal rekomendasi DPRD Sumut sebelumnya dalam menindaklanjuti masalah ini, bahwa itu tidak punya dasar hukum karena tidak punya kekuatan hukum. “Jadi sifatnya hanya imbauan saja,” kata Hendro.
Poin kedua, pihaknya meminta PB Alwashliyah melakukan upaya win-win solution terhadap masyarakat penggarap dengan difasilitasi oleh instansi-instansi terkait, baik dari kepolisian, TNI, kejaksaan maupun Pemkab Deliserdang. “Bahwa betul secara fakta-fakta hukum, seperti yang telah dijelaskan semua pihak terkait dalam RDP ini, PB Alwashliyah-lah yang berhak menguasai tanah tersebut. Sementara rekomendasi ketiga, kami berharap TNI dan Polri serta pihak kejaksaan maupun pemda, bisa membantu penyelesaian masalah ini secepatnya dan tidak ada lagi konflik di lapangan,” katanya.
Kuasa Hukum PB Alwashliyah, Ade Zainab Taher mengungkapkan pihaknya belum memahami maksud dari rekomendasi tentang win-win solution yang disampaikan Komisi A. Sebab menurut dia, pihaknya memegang dua alas hak atas tanah seluas 32 hektare di Desa Helvetia tersebut.
“Pertama alas hak dari PTPN II berupa ganti rugi atas pembebasan lahan. Kedua, ada alas hak ganti rugi untuk penghapusbukuan dari menteri BUMN. Kenapa di sita kejaksaan, karena adanya kasus Tamin Sukardi di Tipikor. Sebab dia menguasai tanah negara yang belum diganti rugi. Dan kenapa diberikan kepada kami, karena sudah bayar ganti rugi seluas 32 hektar. Sedangkan 74 hektar dikembalikan ke negara, tapi oleh PT ACR baru membayar kepada negara,” paparnya kepada wartawan usai RDP.
Mengenai persoalan perdata, disebut dia juga sudah inkrah pada 18 Juni 2018 dan PB Alwashliyah memenangkan gugatan tersebut. PB Alwashliyah pun sudah mengganti rugi pada masyarakat setempat yang sebelumnya menguasai lahan tersebut. Sedangkan terkait pemagaran tempo hari pada lahan mereka, pihaknya sudah ajukan izin ke pihak kepolisian setempat. Bahkan diakuinya sudah ada IMB atas penembokan yang pihaknya lakukan dari Pemkab Deliserdang. Lantas apa langkah ke depan yang akan dilakukan PB Alwashliyah ke depan atas lahan tersebut? Ade Zainab belum mau menyampaikan secara gamplang. “Kita lihat situasi dululah,” katanya.[di]