Inimedan.com-Labuhanbatu | Upah buruh di Kabupaten Labuhanbatu naik 2,9 persen. Meski kenaikan upah belum mencapai hasil yang signifikan, tetapi perjuangan untuk kesejahteraan kaum buruh terus dan akan terus diperjuangkan.
Hal itu dikatakan Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia ( F- SPMI) Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara Wardin, menjawab awak media ini soal kenaikan upah buruh, Minggu, (14/12/2024) di Rantauprapat.
Menurut Wardin, besaran upah buruh/pekerja di Kabupaten Labuhanbatu merujuk pada Upah Minimum Sektoral Kabupaten ( UMSK) yang selama ini lebih rendah dari UMSK Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Melalui rapat dewan pengupahan beberapa hari lalu yang diselenggarakan di kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Labuhanbatu, lanjutnya, upah buruh di Kabupaten Labuhanbatu akhirnya naik meski hanya 2,9 persen.
Dalam rapat dewan pengupahan, dihadir beberapa serikat pekerja, seperti dari F- SPMI, SPM, SPSI dan SP- BUN. Sedangkan dari pihak perkebunan perusahaan perkebunan yang hadir , PT Bilah Platindo, Wilmar Group dan PT Siringo – Ringo. Selain Disnaker, dewan pengupahan dari pemerintah Kabupaten Labuhanbatu dihadiri oleh Dinas Perindag dan BPS ( Badan Pusat Statistik).
“Pada rapat dewan pengupahan cukup alot bang. Kita dari serikat pekerja mengusulkan kenaikan upah minimum sektoral kabupaten sebesar 10 persen. Tetapi hasil putusan rapat, pihak pengusaha hanya mampu menaikkan upah sebesar 2,9 persen dan disetujui oleh serikat pekerja, “kata Wardin akrab disapa Buyung.
Ditanya, kapan mulai diberlakukan kenaikan upah minimum sektoral kabupaten atas hasil rapat, Wardin mengatakan menunggu persetujuan dari Gubernur Sumatera Utara.
“Setelah disetujui oleh Gubernur dan ditandatangani keputusan tersebut, maka berlakulah kenaikan upah buruh yang telah kita sepakati dari rapat dewan pengupahan kemarin,”imbuhnya.
Ditanya kembali, apakah dalam rapat usulan kenaikan UMSK oleh pihak perwakilan serikat pekerja hanya meminta 2,9 persen? Wardin mengaku usulan kenaikan UMSK oleh perwakilan serikat pekerja sebesar 10 persen.
Atas usulan besaran upah yang diajukan oleh perwakilan serikat pekerja, suasana dalam rapat pun sempat memanas. Hal itu disebabkan ada kecondongan dari pihak pemerintah kabupaten kepada pengusaha. Bahkan, dari Disnaker bersikap seolah -olah sebagai humas dari pihak perusahaan.
“Sebagai pemerintah seharusnya bersikap fair dan netral. Jangan malah bersikap yang menimbulkan perspektif keberpihakan kepada pengusaha. Padahal usulan kenaikan UMSK 10 persen itu sangat logis. Ironisnya, sikao keberpihakan pemerintah terhadap pengusaha dalam rapat sangat jelas. Kenaikan UMSK 2,9 persen, itulah hasil perjuangan kita bersama rekan – rekan dari serikat pekerja untuk kaum pekerja di Labuhanbatu,”ujarnya.
Masih kata Wardin, perjuangan untuk kenaikan upah berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi ( MK) Nomor :168/PUU- XXI/2023 tentang hasil uji materil Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang peraturan pemerintah pengganti Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang cipta kerja menjadi Undang – Undang.
“Atas adanya hasil uji materi dari Partai Buruh, akhirnya pengupahan berdasarkan Upah Minimum Sektoral Propinsi (;UMSP) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten ( UMSK) diberlakukan kembali. Perlu diingat, di masa rezim Jokowi UMSP dan UMSK sempat dihapus.Keberpihakan terhadap buruh oleh pemerintah pusat saat itu tidak ada,”sebutnya.
Buruh, lanjutnya, sebagai pondasi bisa berdirinya pembangunan infrastruktur, pembangunan ekonomi di bidang industri. Buruh dianggap sebagai asset perusahaan. Tanpa pekerja/buruh, tidak akan ada namanya Company, Presiden Direktur dan lainnya.
Tetapi mirisnya, tambahnya , hingga saat ini kaum buruh di Indonesia masih jauh dari kata kesejahteraan. Upah pekerja di Indonesia lebih rendah dari negara – negara ASEAN. Lebih parahnya, kesejahteraan pekerja/ di perusahaan masih termarginalkan.
“Isi sila kedua dan sila kelima pada Pancasila, belum terimplementasi terhadap kehidupan buruh yang digolongkan sebagai kaum proletar (kaum miskin) yang didiskriminasi,”sebut Wardin.
“Tindakan kapitalis sebagai kelompok borjuis terhadap kaum buruh masih begitu miris. Masih begitu banyak pengusaha yang mengkebiri hak – hak pekerja. Bekerja tahunan sebagai pemanen di perusahaan perkebunan, tetapi tidak diangkat sebagai karyawan tetap. Hak pekerja yang di atur dalam Undang – Undang Ketenagakerjaan dilanggar, seperti yang terjadi di PT Hari Sawit Jaya, ASEAN AGRI dan beberapa perusahan perkebunan yang lain,”timpal rekan Wardin dari F- SPMI.
Ketua DPD Partai Buruh Kabupaten Labuhanbatu itu menegaskan, pola penjajahan oleh pihak pengusaha terhadap pekerja dengan beraninya mengangkangi Undang – Undang Ketenagakerjaan karena ketidakbecusan kinerja pemerintah khususnya dari Dinas Tenaga Kerja.
“Bila dinas tenaga kerja tidak tahu ada pelanggaran yang dilakukan oleh pihak pengusaha terhadap hak pekerja, berarti bidang pengawasan di Disnaker tidak bekerja. Tahu tetapi pura – pura tidak mengetahui, di situlah sila ke 2 mereka tabrak juga,”ungkap Wardin.
Dikatakannya lagi, selain kelemahan pemerintah daerah, juga kelemahan dari legislatif/wakil rakyat terhadap perusahaan yang melanggar Undang – Undang Ketenagakerjaan karena mengalami “Ejakulasi”.
“Sehingga untuk ‘Ereksi’ kuat dan tegakkan keadilan secara vertikal tidak tercipta karena si oknummengalami degradasi moral. Pelanggaran oleh perusahaan dijadikan bargaining untuk meraup fundi – fundi sebagai win – win solusi,”paparnya.
Realita pahit yang tidak terbantahkan itu, akunya, sudah selayaknya menjadi barometer kaum buruh. Oleh itu, sambungnya, agar tercapai kesejahteraan buruh maka kaum pekerja/buruh harus bisa bersatu dalam memperjuangkan hak – hak mereka.
Namun, Wardin mengakui, menyatukan tekad, misi dan membangun komitmen untuk kesejahteraan para pekerja/buruh tidak semudah membalikkan telapak tangan.
“Kelemahan buruh masih sulit diajak untuk bersatu memperjuangkan nasibnya disebabkan takut adanya intimidasi dari perusahaan. Juga kelemahan lainnya bila pimpinan serikat pekerja/buruh yang belum bisa bersikap idealis. Bisa dikendalikan perusahaan karena diberi jabatan oleh perusahaan, ini fakta tak terbantahkan,”ucapnya.
Akibat hilangnya prinsip idealis menjadi materialis, komitmen sebagai pengurus serikat kerja pasti terabaikan. Persoalan terhadap pekerja di perusahaan tak lagi diperdulikan.
“Berdirinya sebuah serikat pekerja/ buruh bertujuan mensejahterakan pekerja, mencerdaskan pekerja dan melindungi pekerja. Ketiga point’ itu tidak diimplementasikan oleh ketua serikat kerja disebabkan rendahnya mental dan moral. Jabatan yang membuat dia merasa terhormat di perusahaan membuat seseorang lupa dia dari mana datangnya. Andaikan orang seperti itu lahir di zaman penjajahan, sudah bisa dipastikan manusia seperti itu menjadi penghianat bangsa dan negaranya,”cetus Wardin.
Diminta tanggapannya terhadap peranan atau kinerja anggota DPRD Kabupaten Labuhanbatu yang saat ini duduk di komisi 2, Wardin langsung menyeruput kopinya kemudian tertawa terpingkal-pingkal.
“Apa mau kita tanyakan ke mereka bang? Lebih bagus kita tanya ke dewan yang duduk di komisi 2 hari ini, kemana agenda jalan – jalannya? Eeh, jalan – jalan apa studi banding ya bang ? Aku pun agak kurang paham lho ? Kalau soal buruh mau ditanya, biarlah belajar dulu mereka bang,”ucap Wardin seraya tertawa.
Diakhir perbincangan, Wardin berharap para pekerja/ buruh bisa bersatu meski pun berbeda serikat pekerjanya. Buruh bisa dikotak – kotakkan sehingga sulit bersatu disebabkan banyaknya serikat pekerja yang berdiri di perusahaan.
“Jangan berharap dari pemerintah untuk tercapai kesejahteraan buruh. Ketika Kapitalis, Oligarki bergandengan mesra dengan pemerintah, jangan bermimpi buruh akan sejahtera. Mimpi pun jangan. Maka bangkitlah dan bersatulah para buruh dari kezaliman, dan raihlah mimpi dengan mata terbuka untuk mendapat kesejahteraan,”tutupnya mengakhiri. (Joko W)