inimedan.com-Tanah Karo.

Lain daerah lain label dan ikon wisata yang dijual untuk memikat wisatawan tertarik. Tapanuli Utara ( Taput ) dengan obyek wisata rohani Salib Kasih, pemandian air belerang dan air soda, atau panorama alam Danau Toba di Hutaginjang dan Muara.
Tanah Karo dengan Brastagi sebagai destinasi andalannya, dari dulu hingga sekarang, bolehlah berbangga hati dikaruniai alamnya yang dingin sejuk dan view pegunungan yang memang mengundang decak kagum para turis.
Brastagi terkini menunjukkan geliat perkembangan signifikan. Jurnalis media ini mencatat aneka poin keunggulan Brastagi, saat berkunjung ke daerah itu pekan ini.
Selain view alam yang aduhay dan fasilitas penginapan berbintang yang memadai seperti Grand Mutiara yang gemerlapan, kota ini juga menawarkan pemandian Hot Spring alam Sibayak yang unik. Tetapi yang juga dimiliki Brastagi adalah pasar buah yang menawarkan ragam produk istimewa. Selain jeruk madunya yang memang kesohor dari waktu ke waktu, kini diramaikan lagi dengan buah strawberry, mangga afrikano, markisa, alpukat susu yang laris manis.
Bergeser pada wisata bergerak ( move tourism ), Brastagi juga punya kuda yang eksis setiap saat memenuhi hasrat pengunjung untuk mengalami bagaimana rasanya duduk di punggung kuda tegap perkasa, atau sekalian dibawa raun-raun sesuai tarif terpasang.

Puluhan kuda sewaan terlihat mangkal di area pasar buah Brastagi. Setiap joki menawarkan kudanya seraya menyebut keunggulan kudanya. Yang berminat menunggang kuda siap dipandu kalau seumur-umur belum pernah naik kuda. Anak kecil pun banyak yang suka naik kuda. Karena itu kuda betulan merasa tertantang juga, beda saat menunggang kuda kayu di pusaran kuda pusing pasar malam.
Takut menunggang kuda? Ada pilihan lain. Naik sado atau delman yang juga banyak yang siaga menunggu peminat, untuk dibawa keliling. Tarifnya bervariasi, seperti ada tertera di sana. Jurnalis media ini bersama famili memilih tarif yang Rp 50 ribu, sado Hotel Sibayak. Untuk satu jam tarifnya Rp 200 ribu. Lumayan mahal bagi orang yang berdompet kempes. Tarif untuk kuda tunggang juga bervariasi. Tetapi minimal memang Rp 50 ribu.
Naik sado dengan tarif Rp 50 ribu itu memang terasa terlalu singkat. Tetapi lumayan berkesan menambah pundi pengalaman rekreasi. Salah seorang sais sado mengatakan, panjang jalan maksimum yang dilintasi dengan sado maksimal 8 kilometer. Bisa berapa kali sadonya dapat penumpang. “
” Tak tentu juga pak, tapi terkadang kalau ada rejeki bisa sampai 20 atau 30 kali”, katanya polos saat ditanya orang media ini.
Dia mengaku, kehadiran kuda tunggang dan sado, sangat berpengaruh terhadap kepariwisataan di Brastagi. Boleh dikata, rata-rata setiap harinya selalu ramai orang yang berlibur ke kota ini menggunakan kuda atau sado sebagai hiburan khusus.
Di Indonesia, memang daerah yang masih menggunakan kuda atau sado sebagai sarana transportasi wisata, bukan hanya Brastagi. Hal yang sama juga ada di Yogyakarta dan Ternate Maluku Utara, tapi tidak seramai di Brastagi.
Dalam konteks kepariwisataan, tampaknya Brastagi masih akan terus menggunakan kuda dan sado sebagai ikon wisata unggulan, penambah daya tarik kepariwisataan Tanah Karo.*leonardo tsm#