Inimedan.com – Balige,
Penangkapan yang dilakukan oleh Polres Toba terhadap 11 orang anak buah kapal pengangkut batu di salah satu tangkahan di Balige baru-baru ini dinilai akibat pembiaran dan kurangnya ketegasan pemerintah.
Salah seorang pemerhati Toba, Sabar Silalahi menanggapi penambangan batu di kawasan Siregar Aek Na Las, Kecamatan Uluan, Kabupaten Toba sudah terjadi sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu dan berpengaruh terhadap sosial ekonomi masyarakat.
“Iya, kulihat di WA dan juga di Facebook bahwa Kapolres bekerjasama dengan Polsek Balige menangkap pengambil batu, karyawan atau awak kapal, seharusnya dilepas itu, tidak ada salahnya pegawai itu, anak buah kapal itu. Yang salah itu, kalaupun itu dibilang salah adalah penambang batunya di Siregar Aek Na Las. Itu sudah lama kok persoalannya, kenapa mesti sekarang, saya aja belum lahir sudah diambil batu dari sana,” terang Sabar melalui selulernya, Sabtu (17/04/21).
Sabar juga menyesalkan sikap Polres Toba atas tindakan penangkapan tanpa memberi peringatan terlebih dahulu kepada warga yang menggantungkan hidup dari hasil mengangkut batu.
“Ini ada apa Polres Toba sekarang, kok langsung main tangkap itu polisinya. Kita dari masyarakat menyampaikan agar dilepaskan lah itu dan dicari solusi secara persuasif, secara adat, atau secara apa. Diperingatkanlah jangan cari batu lagi karena udah bertahun-tahun itu persoalan pengambilan batu dari situ,” lanjutnya.
Lebih lanjut pria yang pernah menjabat anggota DPRD Toba ini mengharapkan pemerintah mampu memberi ketegasan terkait lahan yang dapat dikelola dan atas dasar hukum yang jelas. Jika tindakan penertiban dilakukan, sebutnya, diharapkan tidak tebang pilih.
“Kalau dikatakan ilegal, apa dasar hukumnya, yang menentukan kawasan itu kan kehutanan dan kenapa itu berlaku bertahun-tahun? Itu kan enggak ada dasar hukumnya menahan anak buah kapal. Objeknya kan batu, yang ditelusuri itu siapa penambang di sana, siapa yang membeli batunya. Lalu siapa yang mengadu, siapa yang melaporkan ke polisi supaya ditangkap, apakah mereka yakin itu ilegal? Kasihanlah awak kapal yang ditangkap itu, mereka itu pekerja. Kapolres Toba dapat mengundang pihak kehutanan dan pihak pemberi izin di lokasi lalu dibuatlah peraturan tidak bisa mengambil batu lagi. Barulah diberitahukan kepada Pak Bupati agar dibuat solusi yang bijak terhadap masyarakat. Dulu tidak pernah itu terjadi, apakah ini yang ditangkap hanya yang ke Balige, lalu yang diangkut ke lokasi lainnya bagaimana? Kenapa yang lain itu tidak ditangkap, sudah jelas itu di mata Kapolres yang di Lumban Julu itu, kenapa masyarakat kecil yang hanya cari makan itu ditangkap?,” lanjutnya.
Kondisi penambangan batu yang diakui terjadi sejak lama, sebelumnya sempat dihentikan namun menimbulkan kesulitan untuk kebutuhan material pembangunan.
“Supaya jelas apakah bupati terdahulu memberikan kelonggaran, apakah ada peraturan yang telah dibuat bupati terkait ini, jangan bupati sekarang yang kena. Itulah yang terjadi, dulu pernah ditutup tapi kewalahan dalam pembangunan. Apakah ini permainan? Selanjutnya, sejauh itu tidak mengganggu lingkungan hidup, ya diberikan lah untuk kebutuhan pembangunan di Kabupaten Toba. Bijaklah menanggapi karena ini juga kebutuhannya dan sudah pernah diambil batu dari daerah lain, ternyata kurang bagus. Jadi diberikan lah kebijakan, kalau selama ini disebut merusak lingkungan, umur saya 63 tahun tidak pernah saya dengar longsor itu,” tegasnya.
Kondisi yang akhirnya mengorbankan rakyat kecil namun tidak dapat dipungkiri akan kebutuhan material bangunan diharapkan dapat menjadi pertimbangan.
“Pak Kapolda mohonlah supaya mempertimbangkan masyarakat kecil. Pak Kapolda bebaskanlah rakyat kecil itu. Dan itu memang wewenang Kapolda di tingkat 1 untuk mencari solusi, jangan dikorbankan rakyat kecil demi yang lain karena itu kebutuhan masyarakat dan pembangunan,” pungkasnya.
Terpisah, Wakil Ketua DPRD Toba Mangatas Silaen menilai lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap galian C yang ada di daerah itu berdampak negatif bagi masyarakat.
“Harusnya ini tidak dibiarkan terlalu lama dari dulu. Itu tidak terlepas dari pembiaran selama ini artinya kalau pemerintah ingin menertibkan seluruh galian C ilegal saat ini saya rasa masyarakat tidak akan keberatan mengurus ijin, cuma karena terkesan pemerintah tidak ada upaya untuk menertibkan makanya orang berlomba untuk melakukan ilegal, itu yang kami lihat,” tegasnya.
Anggota DPRD dari fraksi PDI Perjuangan itu berharap pemerintah dapat mengambil langkah untuk memecahkan masalah yang terjadi agar dapat mensejahterakan masyarakat serta meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
“Sebenarnya ini kan menjadi sumber PAD yang sangat luar biasa dari Kabupaten Toba, ini sudah bukan hal baru dengan tata ruang kita yang bisa kita rubah supaya tempat-tempat galian itu bisa kita upayakan supaya tidak menerima ilegal. Jadi pemerintah yang selama ini kurang pengawasan sehingga terjadi pembiaran dan sekarang ini resikonya, ada yang tertangkap dan harus diproses sesuai hukum, kan itu persoalannya,” sebut Mangatas yang juga menjabat Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Toba.
Walau pembahasan terkait galian C telah berulang kali dilakukan bersama dinas terkait, lanjut Mangatas, namun Dinas Perijinan dan Lingkungan Hidup dinilai tidak mengindahkan.
“Sebenarnya sudah berulang kali kita panggil dinas Lindup dan perijinan namun mereka kurang mengindahkan apa yang kita sepakati bersama dalam melakukan penindakan dan pengawasan. Mudah-mudahan dengan bupati yang sekarang itu tidak terjadi lagi,” sebut Mangatas.
Lebih jauh Mangatas mengatakan akan meminta dinas terkait untuk dapat berkoordinasi dengan kementerian lingkungan hidup terkait upaya yang dapat dilakukan dalam pengelolaan tata ruang yang didalamnya terdapat potensi sumber daya alam yang dijadikan material bahan bangunan.
“Nanti akan kami panggil pihak perijinan dan lingkungan hidup untuk mencari solusi yang akan diupayakan karena ini juga menyangkut material untuk pembangunan di kabupaten Toba agar bisa diatasi. Dinas perijinan dan lingkungan hidup bisa koordinasi dengan kementerian lingkungan hidup tentang ijin galian ini karena ada aturan-aturan yang mungkin tidak bisa dipenuhi oleh pengusaha-pengusaha kecil. Apa upaya-upaya dengan keberadaan tata ruang kita yang sekarang ada batu disana tetapi tidak diperbolehkan ijin galian, minimal kalau tata ruang yang harus kita rubah, ya kita rubah untuk menunjang pembangunan yang sekarang digalakkan oleh pemerintah Kabupaten Toba ini, karena kita juga tahu darimana material yang akan kita ambil,” jelasnya. (DS)